Wisata sejarah kini jadi salah satu destinasi wajib yang paling dicari wisatawan. Bentuk arsitektur bangunan, kesan usang cat yang mengelupas serta bekas reruntuhan jadi daya tarik tersendiri. Pemerintah daerah pun banyak yang berinisiatif untuk melakukan pemugaran atau setidaknya menjaga kondisi bangunan tetap lestari tanpa merubah bentuk aslinya.
Makin asli bentuk bentuknya makin jadi magnet bagi wisatawan. Tapi bagaimana jika bangunan atau tempat bersejarah malah sengaja diubah hingga 180 derajat. Di Negeri Lonthoir, Pulau Banda Besar Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah terdapat tangga tangga yang jadi salah satu main attraction di desa yang berhadapan dengan Gunung Api Banda itu. Tangga sebanyak 260 anak tangga itulah yang menghubungkan desa dengan jalan menuju ke Benteng Hollandia.
Bila berkunjung ke Lonthoir dijamin anda bakal terkejut dengan penampakan fisiknya kini. Tangga yang menjadi bagian bersejarah orang Banda itu kini dicat warna warni. Kuning, merah, biru, hijau menghiasi sepanjang anak tangga. Bahkan pada salah satu sisi dibuatkan logo Bank Indonesia. “Dong su cat sekitar empat atau lima hari lalu. Katong su minta stop tapi dong lanjut,” tegas Camat Banda, Kadir Sarilan kepada Terasmaluku.com, Jumat (27/7/2018) malam.
Kadir menegaskan pihaknya bahkan tidak dikoordinasikan terkait perubahan drastis tangga itu. Yang dia ketahui sebelumnya ada pengajuan proposal dari sebuah LSM untuk mengecat rumah bukannya tangga. Proposal tersebut bahkan pernah masuk ke mejanya dan ditanda tangani, kemudian diberikan ke pihak BI Perwakilan Maluku sebagai penyedia dana CSR.
Sayangnya, tangga tangga yang diresmikan Gubernur Provinsi abad ke-17, Heer Reynicus Siersma itu malah ditimpali aneka warna mencolok layaknya kampung warna warni Jodipan. “Tidak ada ijin buat cat tangga. Warga juga tidak tahu dan protes,” bebernya.
Susan Warandi, Koordinator Bidang Pendidikan Seni Budaya Ikatan Masyarakat Wailondor memprotes keras pengecatan tangga Lonthor yang menjadi salah satu situs sejarah di Pulau Banda. Susan mengungkapkan keheranan dan kekesalannya. Bagi warga Banda hal itu amat mengganggu pasalnya bakal merusak aset sejarah yang dimiliki Banda. “Turis bahkan seng mau datang ke Lonthoir setelah tangga dicat,” kata Susan.
Susan mengungkapkan warga Lonthoir mengharapkan agar keaslian tangga bisa dikembalikan ke kondisi semula, karena tangga tersebut situs sejarah budaya. Selain itu logo BI juga tidak boleh diletakan di bagian tangga yang sudah dicat itu.
“Katong masyarakat Lonthoir komplain pengecatan itu karena ini situs sejarah budaya. Kalau dibiarkan akan merusak aset sejarah budaya lainnya seperti Parigi Pusaka Lonthoir, Benteng Holandia, perek, rumah kampong. Jadi kami minta ke pihak terkait untuk kembalikan dengan warna asli tangga dan logo BI tidak boleh ditaruh disitu,” kata Susan.
Humas BI Perwakilan Maluku Tari mengatakan, BI hanya memberikan bantuan kepada masyarakat Lonthoir untuk mengecet tangga tersebut. “Masyarakat Lonthoir yang berinisiatif untuk melakukan pengecatan tangga tersebut, kami BI hanya membantu saja,” katanya.